It's ALL about EPPHY

......On My Way To Become Good Wife And Great Mother.......

Go!

"I have lived through much and I now I think I have found what is needed for happiness. A quiet, secluded life in the country with possibility of being useful to people" -Tolstoy

Saturday, July 27, 2013

YOTShare 2013 : Mari Berbagi!

YOTShare adalah acara tahunan berbuka puasa bareng anak yatim yang diadakan oleh komunitas Young On Top Campus Ambassador. Tahun ini YOTShare diadakan di Marquee Office gedung Cyber 2 Kuningan dengan mengajak 70 anak dari panti asuhan Akhiruzzaman Bekasi, pada tanggal 27 Juli kemaren.

YOTShare 2013 mengambil tema love, care and share. Sesuai tema yang diusung acara ini ingin mengajak berbagi cinta dan kepedulian pada anak-anak yang kurang beruntung.

Acara YOTShare dimulai pukul 16.30 dan diawali dengan penampilan dari YOT CA yang mengajak anak-anak untuk bernyanyi dan bermain bersama. Keceriaan pun terbit di wajah mereka. Usai bermain, kak Eva salah satu mentor dari Young on Top Campus Ambasador memberikan sedikit cerita tentang "mimpi" pada anak-anak. Mereka terlihat sangat antusias. Diantara mereka ada yang bercita-cita menjadi guru, tentara, pilot dan banyak lagi yang lainnya.

Usai kak Eva memberikan motivasi pada anak-anak, ada pak ustadz yang memberikan sedikit ceramah dan dilanjutkan dengan buka puasa bersama.

Ada sedikit cerita dari saya, sebagai panitia konsumsi saya bermaksud membagikan makanan pada 3 anak yang kira-kira usianya baru 7 tahunan. Ketika saya memberikan makanan pada mereka, mereka menolak. Saya tanya kenapa, dan mereka menjawab mereka ingin sholat dulu sebelum makan. Sungguh anak-anak yang luar biasa, mereka mau mendahulukan ibadahnya daripada makan. Sungguh kejadian ini menampar kita semua. Anak sekecil mereka yang tidak punya apa-apa tapi mereka memiliki bekal keimanan yang luar biasa.

Satu hal lagi yang luar biasa yang saya temukan di YOTShare 2013 adalah kebersamaan antar umat beragama. Panitia YOTShare atau YOT CAs terdiri dari pemeluk agama yang berbeda-beda, tapi mereka bekerja sama dalam spirit berbagi yang kompak dan menjunjung tinggi toleransi beragama. Bahkan saya sempat melihat teman saya yang non muslim mengantarkan pak Ustadz ke tempat wudlu. Ini kejadian yang jarang saya temui.

Usai berbuka puasa dan sholat maghrib, anak-anak diajak menyanyi bersama lagu Aku Bisa dan Laskar Pelangi. Saya terharu mendengarkan anak-anak menyanyikan lagu tersebut dengan semangat. Semoga kelak anak-anak itu bisa menggapai mimpi-mimpi mereka.

Nuansa haru terus berlanjut saat anak-anak berpamitan dan menyuguhkan senyum termanis mereka karena mendapatkan tas dan alat sekolah dari spongsor acara.

Acara yang turut di hadiri oleh Billy Boen sebagai founder Young On Top, para mentor YOT dan beberapa alumni YOTCA ini berakhir dengan sukses. Thank you buat semuanya yang telah mendukung acara ini, semua senyuman dan kebersamaan yang dibagi hari ini akan membekas di hati.

Berbagi tidak harus dengan materi, berbagi melalui kebersamaan dan keceriaan juga sangat berarti.


Saturday, July 20, 2013

Cinta Tanpa Isyarat

Aku jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu aku gapai sebatas punggungnya saja.

Seseorang yang aku sanggup menikmati bayangannya dan tidak akan pernah bisa aku miliki,

seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangan ini sanggup mengejar,

seseorang yang hanya bisa aku kirimi isyarat, sehalus udara, langit awan atau hujan.


(Cukilan dialog dari film "Hanya Isyarat", bagian dari omnibus film "Rectoverso")
(Source: rectoverso-film)

Monday, July 15, 2013

Langkah Pertamaku di Mulai dari Obrolan Buku

Awalnya aku sama sekali tidak tertarik dengan tema perjalanan. Aku sempat bepikir kalau perjalanan itu hanya kegiatan yang percuma dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Perjalanan hanyalah sekedar untuk mengisi hari libur dan menghabiskan duit. Bahkan dulu aku sempat memberi cap “gila”orang yang berkelana atau backpakeran keliling dunia, apa yang mereka cari, perjalanan tidak akan bisa membuat mereka menjadi kaya ataupun pintar. Perjalanan itu benar-benar merupakan hal yang sungguh sangat tidak produktif, pikirku kala itu.

Namun sebuah obrolan menarik tentang perjalanan akhirnya mampu mengubah cara pandangku dan memutar persepsiku tentang perjalanan, dari apatis menjadi simpatik. Bahkan sekarang ini saya tertarik sekali dengan apapun yang bertema perjalanan. Buku perjalanan, talk show perjalanan, aksesoris yang bertema perjalanan, kopi darat dengan para pejalan, semuanya menjadi sangat menarik bagiku. Perjalanan itu ternyata menyenangkan. Seringkali kita benci terhadap suatu hal yang tidak kita ketahui secara pasti.

Istora Senayan, 30 Juni 2012. Tepat setahun yang lalu saya menghadiri sebuah acara pekan buku yang bertajuk Jakarta Book fair 2012. Aku datang ke acara tersebut untuk berburu buku-buku diskonan. Usai capek berkeliling Istora dan mengantongi beberapa buku, aku dan kedua sahabaku duduk di depan panggung utama. Kebetulan saat itu di panggung utama sedang ada acara bedah buku Travelove bersama para penulisnya yang notabene adalah para petualang senior. Mereka adalah Trinity, Andrei Budiman, Lalu Abdul Fatah, Ariyanto, Claudia Kaunang, Rini Raharjanti dan Salman Faridi.

Mereka asyik sekali bercerita tentang petualangannya dan secara perlahan-lahan aku terhanyut masuk ke dalam alam mereka. Aku terbuai mendengarkan dongeng mereka tentang negeri-negeri yang mereka taklukkan. Tentang keindahan Paris, Italy, Jepang dan adapula yang bercerita tentang eksotisnya pemandangan alam di negri kita sendiri yang belum banyak terjamah seperti Lombok, Raja Ampat dan lainnya.

Karena buku ini berjudul Travelove maka tentu saja obrolan mereka tidak jauh dari tema perjalanan dan cinta. Cerita cinta yang mereka temukan dalam perjalanan sangat menarik dan berbeda-beda, ada yang melakukan perjalanan untuk menemukan cinta, ada yang menemukan cinta dalam perjalanan, ada yang melakukan perjalanan bersama sang pecinta dan ada pula yang melakukan perjalanan untuk melupakan kisah cintanya.

Dua jam obrolan mereka mengalir dengan sangat menarik. Tak jarang candaan dari mereka membuatku tertawa geli. Aku terpukau dan tak henti-hentinya berdecak kagum. Ternyata sebegitu nikmatnya menjadi seorang petualang, mereka bisa mengenal dunia dan menemukan hal-hal baru yang belum tentu bisa kita temukan dalam keseharian kita. Diam-diam akupun berdoa dalam hati, semoga suatu saat nanti aku bisa seperti mereka mengunjungi tempat-tempat eksotis dan menemukan kisah perjalanku sendiri.

Usai obrolan tentang perjalanan berakhir, tak sengaja aku berpapasan dengan seorang penulis sekaligus editor yang sebelumnya telah aku kenal melalui kicauannya di Twitter. Aku sempat meminta foto bareng dan berjabat tangan dengannya. Belakangan baru aku tahu kalau Windy Ariestanty ternyata adalah seorang pecinta perjalanan dan menulis sebuah buku perjalanan yang berjudul Life Traveler yang saat ini menjadi salah satu buku favoritku.
Me and Windy Ariestanty dan Trinity

Akhirnya, berawal dari sebuah obrolan buku, aku mendeklarasikan bahwa langkah pertamaku adalah perjalanan yang membawaku dari rumah kos ke Istora Senayan. Mengunjungi ribuan jajaran buku, bertemu para turis pecinta buku, mendengarkan pengalaman berpetualang dari para penulis kisah petualangan dan akhirnya aku mampu meramu makna dari kisah perjalannku sendiri. Perjalanan ini. Perjalanan tanpa lokasi eksotis, tanpa deburan ombak di pantai, tanpa hembusan angin yang segar, tanpa pepohonan hijau yang menjulang, di sini, di dalam gedung yang dipenuhi jutaan buku aku menemukan makna perjalananku.

Kini sudah setahun berlalu, dan memang belum ada satupun lokasi wisata yang aku kunjungi.  Aku belum sempat merasakan berkelana kemanapun. Jangankan untuk berwisata, bahkan hanya sekedar untuk mudik lebaran saja aku tak mampu. Keterbatasan finansial menutup ruang gerakku. Namun anganku untuk berkelana tak akan pernah memudar, satu-satunya pengobat rinduku pada perjalanan hanya buku-buku perjalanan yang mampu membawa jiwaku pergi jauh, meski ragaku tetap berada di tempat.

Sampai saat ini buku perjalanan yang paling aku sukai adalah buku Life Traveler-nya Windy Ariestanty dan Titik Nol-nya Agustinus Wibowo. Kedua buku perjalanan tersebut memuat esensi perjalanan dan bertutur tentang perjalanan dengan cara yang berbeda. Windy Ariestanty dalam Life Traveler-nya mengisahkan tentang potongan-potongan perjalanannya diberbagai lokasi yang telah ia kunjungi. Berbeda dengan Windy, Agustinus Wibowo dalam Titik Nol bercerita tentang perjalanannya untuk mencapai Afrika Selatan dari Beijing melewati jalan darat. Selain itu perbedaan yang paling mencolok antara kedua buku tersebut adalah Windy melakukan perjalanan dengan segala fasilitas dan eksotisme lokasi wisata yang ia kunjungi, sedangkan Agustinus Wibowo berjalan dengan seadanya dan lebih meneropong ke arah kehidupan sosial penduduk di suatu daerah. Meskipun sangat berbeda, tapi mereka berdua adalah penulis favoritku, kedua buku itu adalah teman seperjalanan terbaikku.


Apa makna perjalanmu?

Perjalananku, adalah perjalanan hati. Perjalanan yang menuntunku melangkah menuju kedewasaan diri. Perjalanan yang memprioritaskan esensi daripada lokasi. Bukan seberapa jauh perjalananku, bukan ukuran keeksotisan lokasi yang telah aku kunjungi, bukan seberapa banyak lokasi yang sudah aku capai, tapi seberapa dalam lokasi yang sudah aku kunjungi tersebut mampu memberiku inspirasi, merubah cara pandangku, membuatku merasakan keindahan serta menerbitkan rasa syukur atas apa yang telah aku miliki.

Perjalanan bukan tentang apa yang mereka katakan, tapi tentang apa yang kita rasakan.


Tuesday, July 9, 2013

Volunteerism

Menjadi relawan di sebuah event itu candu. Iyap. Candu yang sedang menjangkiti otakku. Setelah menjadi relawan di beberapa acara, aku jadi semakin kecanduan, ingin lagi, lagi dan lagi. Apalagi saat ini semakin banyak acara yang membutuhkan relawan dan informasi open recruitment terbuka lebar. Kecanduan. Dan aku ingin sekali meng-apply semuanya, aku ingin pengalaman lagi, aku ingin terlibat lagi, aku ingin mengenal panitia lainnya, aku ingin tau behind the scene acara lainnya. Aku ingin. Tapi tanggung jawabku sebagai seorang karyawan mengunci ruang gerakku -_-, aku tidak bisa jadi relawan lagi di bulan ini, menyesal sekali rasanya.

Memang tak terbantahkan jika dikatakan bahwa volunteerism = egoisme, egois karena ketika menjadi volunteer kita bisa memilih terjun dalam hobi kita, bisa kenal banyak orang, dan tentu saja bisa terlibat langsung dalam acara yang kita sukai, egois sekali kan? All about our self.

Semoga tahun depan akan ada lagi kesempatan jadi relawan di acara lainnya. Amin.