It's ALL about EPPHY

......On My Way To Become Good Wife And Great Mother.......

Go!

"I have lived through much and I now I think I have found what is needed for happiness. A quiet, secluded life in the country with possibility of being useful to people" -Tolstoy

Monday, July 15, 2013

Langkah Pertamaku di Mulai dari Obrolan Buku

Awalnya aku sama sekali tidak tertarik dengan tema perjalanan. Aku sempat bepikir kalau perjalanan itu hanya kegiatan yang percuma dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Perjalanan hanyalah sekedar untuk mengisi hari libur dan menghabiskan duit. Bahkan dulu aku sempat memberi cap “gila”orang yang berkelana atau backpakeran keliling dunia, apa yang mereka cari, perjalanan tidak akan bisa membuat mereka menjadi kaya ataupun pintar. Perjalanan itu benar-benar merupakan hal yang sungguh sangat tidak produktif, pikirku kala itu.

Namun sebuah obrolan menarik tentang perjalanan akhirnya mampu mengubah cara pandangku dan memutar persepsiku tentang perjalanan, dari apatis menjadi simpatik. Bahkan sekarang ini saya tertarik sekali dengan apapun yang bertema perjalanan. Buku perjalanan, talk show perjalanan, aksesoris yang bertema perjalanan, kopi darat dengan para pejalan, semuanya menjadi sangat menarik bagiku. Perjalanan itu ternyata menyenangkan. Seringkali kita benci terhadap suatu hal yang tidak kita ketahui secara pasti.

Istora Senayan, 30 Juni 2012. Tepat setahun yang lalu saya menghadiri sebuah acara pekan buku yang bertajuk Jakarta Book fair 2012. Aku datang ke acara tersebut untuk berburu buku-buku diskonan. Usai capek berkeliling Istora dan mengantongi beberapa buku, aku dan kedua sahabaku duduk di depan panggung utama. Kebetulan saat itu di panggung utama sedang ada acara bedah buku Travelove bersama para penulisnya yang notabene adalah para petualang senior. Mereka adalah Trinity, Andrei Budiman, Lalu Abdul Fatah, Ariyanto, Claudia Kaunang, Rini Raharjanti dan Salman Faridi.

Mereka asyik sekali bercerita tentang petualangannya dan secara perlahan-lahan aku terhanyut masuk ke dalam alam mereka. Aku terbuai mendengarkan dongeng mereka tentang negeri-negeri yang mereka taklukkan. Tentang keindahan Paris, Italy, Jepang dan adapula yang bercerita tentang eksotisnya pemandangan alam di negri kita sendiri yang belum banyak terjamah seperti Lombok, Raja Ampat dan lainnya.

Karena buku ini berjudul Travelove maka tentu saja obrolan mereka tidak jauh dari tema perjalanan dan cinta. Cerita cinta yang mereka temukan dalam perjalanan sangat menarik dan berbeda-beda, ada yang melakukan perjalanan untuk menemukan cinta, ada yang menemukan cinta dalam perjalanan, ada yang melakukan perjalanan bersama sang pecinta dan ada pula yang melakukan perjalanan untuk melupakan kisah cintanya.

Dua jam obrolan mereka mengalir dengan sangat menarik. Tak jarang candaan dari mereka membuatku tertawa geli. Aku terpukau dan tak henti-hentinya berdecak kagum. Ternyata sebegitu nikmatnya menjadi seorang petualang, mereka bisa mengenal dunia dan menemukan hal-hal baru yang belum tentu bisa kita temukan dalam keseharian kita. Diam-diam akupun berdoa dalam hati, semoga suatu saat nanti aku bisa seperti mereka mengunjungi tempat-tempat eksotis dan menemukan kisah perjalanku sendiri.

Usai obrolan tentang perjalanan berakhir, tak sengaja aku berpapasan dengan seorang penulis sekaligus editor yang sebelumnya telah aku kenal melalui kicauannya di Twitter. Aku sempat meminta foto bareng dan berjabat tangan dengannya. Belakangan baru aku tahu kalau Windy Ariestanty ternyata adalah seorang pecinta perjalanan dan menulis sebuah buku perjalanan yang berjudul Life Traveler yang saat ini menjadi salah satu buku favoritku.
Me and Windy Ariestanty dan Trinity

Akhirnya, berawal dari sebuah obrolan buku, aku mendeklarasikan bahwa langkah pertamaku adalah perjalanan yang membawaku dari rumah kos ke Istora Senayan. Mengunjungi ribuan jajaran buku, bertemu para turis pecinta buku, mendengarkan pengalaman berpetualang dari para penulis kisah petualangan dan akhirnya aku mampu meramu makna dari kisah perjalannku sendiri. Perjalanan ini. Perjalanan tanpa lokasi eksotis, tanpa deburan ombak di pantai, tanpa hembusan angin yang segar, tanpa pepohonan hijau yang menjulang, di sini, di dalam gedung yang dipenuhi jutaan buku aku menemukan makna perjalananku.

Kini sudah setahun berlalu, dan memang belum ada satupun lokasi wisata yang aku kunjungi.  Aku belum sempat merasakan berkelana kemanapun. Jangankan untuk berwisata, bahkan hanya sekedar untuk mudik lebaran saja aku tak mampu. Keterbatasan finansial menutup ruang gerakku. Namun anganku untuk berkelana tak akan pernah memudar, satu-satunya pengobat rinduku pada perjalanan hanya buku-buku perjalanan yang mampu membawa jiwaku pergi jauh, meski ragaku tetap berada di tempat.

Sampai saat ini buku perjalanan yang paling aku sukai adalah buku Life Traveler-nya Windy Ariestanty dan Titik Nol-nya Agustinus Wibowo. Kedua buku perjalanan tersebut memuat esensi perjalanan dan bertutur tentang perjalanan dengan cara yang berbeda. Windy Ariestanty dalam Life Traveler-nya mengisahkan tentang potongan-potongan perjalanannya diberbagai lokasi yang telah ia kunjungi. Berbeda dengan Windy, Agustinus Wibowo dalam Titik Nol bercerita tentang perjalanannya untuk mencapai Afrika Selatan dari Beijing melewati jalan darat. Selain itu perbedaan yang paling mencolok antara kedua buku tersebut adalah Windy melakukan perjalanan dengan segala fasilitas dan eksotisme lokasi wisata yang ia kunjungi, sedangkan Agustinus Wibowo berjalan dengan seadanya dan lebih meneropong ke arah kehidupan sosial penduduk di suatu daerah. Meskipun sangat berbeda, tapi mereka berdua adalah penulis favoritku, kedua buku itu adalah teman seperjalanan terbaikku.


Apa makna perjalanmu?

Perjalananku, adalah perjalanan hati. Perjalanan yang menuntunku melangkah menuju kedewasaan diri. Perjalanan yang memprioritaskan esensi daripada lokasi. Bukan seberapa jauh perjalananku, bukan ukuran keeksotisan lokasi yang telah aku kunjungi, bukan seberapa banyak lokasi yang sudah aku capai, tapi seberapa dalam lokasi yang sudah aku kunjungi tersebut mampu memberiku inspirasi, merubah cara pandangku, membuatku merasakan keindahan serta menerbitkan rasa syukur atas apa yang telah aku miliki.

Perjalanan bukan tentang apa yang mereka katakan, tapi tentang apa yang kita rasakan.


2 comments:

  1. Merinding bacanya, serius. Kerasa banget keinginan yang kuat untuk traveling. Semoga suatu saat dapat terlaksana ya. Aamiin! :)

    ReplyDelete