It's ALL about EPPHY

......On My Way To Become Good Wife And Great Mother.......

Go!

"I have lived through much and I now I think I have found what is needed for happiness. A quiet, secluded life in the country with possibility of being useful to people" -Tolstoy

Sunday, March 7, 2010

MENGUKIR KECERDASAN YANG PENUH CINTA

Helvy Tiana Rosa

"Bagaimana cerita waktu hamil? Kok anak kalian bisa secerdas itu?"
Itulah pertanyaan yang kerap dilontarkan orang pada saya dan suami.
Dan biasanya sebelum menjawab, saya dan Mas saling berpandangan,
tersenyum, mengenang masa-masa itu…

Saat hamil anak pertama, saya sedang menyelesaikan skripsi sarjana,
sambil bekerja sebagai redaktur suatu majalah. Saya dan Mas hidup
sederhana di sebuah rumah petak dekat sungai Ciliwung. Jalan menuju
rumah kontrakan kami cukup berliku dan curam. Setiap hari saya harus
pergi ke kampus dan ke kantor dengan terlebih dahulu jalan kaki
mendaki untuk sampai ke jalan raya. Dari sana saya harus berganti
angkutan umum hingga tiga kali.

Setiap bertemu dengan para tetangga, mereka geleng-geleng kepala
melihat ransel besar di atas pundak saya.

"Wah ini ibu hamil gagah banget ya!"

"Iya nih kok kayaknya segar terus, nggak ada capeknya."

"Aduh mbak, staminanya luar biasa deh!"

Saya lagi-lagi tersenyum. Tentu saya tahu bagaimana harus menjaga
kandungan dari serangan rasa letih. Tetapi belajar dan bekerja bagi
saya adalah sebuah kenikmatan sejati yang menyehatkan saya, dan yang
saya yakini juga bagi calon bayi saya. Kalau sudah begitu, hilanglah
semua lelah!

"Sayang, aku ingin anak kita nanti menjadi anak yang cerdas, bukan
hanya secara akal pikiran, tetapi juga cerdas secara emosional dan
spiritual," kata Mas sambil membelai perut saya.

Saya mengangguk. "Aku juga ingin seperti itu, Mas. Kita berdoa dan
berusaha bersama ya," jawab saya sambil menggenggam tangannya.

Sungguh saya tersentuh. Setiap pagi, sebelum kami berangkat kerja, Mas
sudah menyiapkan sarapan lengkap khusus buat saya dan calon anaknya.
Makanan yang ia siapkan pun sangat menyehatkan: sayur, daging, telur,
tahu tempe, lalu ada buah dan tentu saja tak ketinggalan susu
Prenagen! Begitu juga kala malam tiba dan saya masih mengetik bahan
skripsi, mas selalu membuatkan susu coklat hangat untuk saya.

"Kok kamu suka bicara sendiri, say? Atau lagi bicara sama anak kita?"
Tanya mas suatu hari.
Saya mengangguk. "Iya Mas, aku bicara dengan anak kita."

"Hmm, tapi masak dia juga diajak diskusi soal skripsi sarjana
sastra-mu? Apa dia nggak pusing nanti?" Tanya mas lagi.

Saya tergelak. Mas juga. Saya jawil pipinya. "Tahu nggak say, anak
kita sering bereaksi kalau aku ajak ngomong apa saja, juga soal
skripsiku!"

"O ya?"

Saya mengangguk serius. Memang sejak dinyatakan hamil oleh dokter,
saya kerap berinteraksi dengan janin dalam kandungan saya lewat
berbagai cara. Saya menyentuh dan membelainya, bercerita, bernyanyi,
membacakan sesuatu (sejak hamil minat baca saya meningkat dahsyat!),
mendengarkannya aneka musik, dan lain-lain seolah dia ada di hadapan
saya. Saya juga menceritakan berbagai hal yang saya lihat dan
menyentuh perasaan saya hari itu.

"Sayang, kalau kamu sudah besar nanti, kamu tolong, kamu bela
orang-orang yang lemah dan teraniaya ya. Tadi bunda lihat nenek-nenek
yang jualan diusir, di tendang-tendang di tepi trotoar. Bunda sedih.
Kamu tanya apa yang bisa bunda lakukan? Ya, bunda turun dari bis dan
membela nenek itu. Tapi barang-barang dagangannya sudah hancur. Bunda
juga ditertawakan. Tak apa, yang penting bunda sudah melakukan
sesuatu, meski kecil…."

"Cinta, hari ini bunda bertemu pengamen-pegamen kecil di jalan. Tapi
kalau kita beri uang terus, nanti uang itu diambil para preman yang
menyuruh mereka mengamen. Jadi bunda sengaja bawa roti unyil untuk
dibagi-bagikan pada mereka. Suatu saat kita tolong mereka dengan
sesuatu yang lebih dari yang bunda lakukan hari ini ya….

Apa pun cerita saya, janin di perut saya selalu merespon. Itu membuat
saya tambah semangat. Setiap hari saya kutipkan untuknya puisi-puisi
indah dari berbagai penyair dunia seperti Gibran, Neruda, Rumi dan
Iqbal. Juga puisi-puisi Chairil Anwar, Rendra, Taufiq Ismail, Sapardi
Djoko Damono, dan lain-lain.

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak
memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang
melengkung hening karena akan menerima suara-suara…. Aku mencintaimu,
itu sebabnya aku tak akan pernah selesai mendoakan keselamatanmu…
(Sapardi Djoko Damono, Dalam Doaku)

Atau:

"Cinta, kamu tahu apa kata Pablo Neruda, penyair Chili yang meninggal
saat bunda berusia tiga tahun itu tentang kita dan orang yang kita
cintai? Dalam Soneta 18 dia bilang: begitu dekatnya sehingga tanganmu
yang di dadaku serasa tanganku. Begitu dekat sehingga kalau aku tidur,
yang terpejam tak lain matamu…"

"Hari ini bunda buat puisi untuk kamu. Itu lho, bunda dan ayah masih
bingung mau memberimu nama siapa? Puisinya sangat sederhana, tapi
dibuat dengan cinta. Dengar ya!"

Hari ini kami susuri lagi cakrawala mencari nama berarti bagimu
Tapi nama apa yang teramat pas bagi anak yang sangat cerdas?
Nama apakah yang sangat tepat bagi anak yang amat kuat?
Panggilan apa yang paling kena untuk anak yang penuh cinta?
Untuk pribadi yang bahagianya adalah
kala ia mampu membahagiakan orang lain?

Di sepanjang jalan menuju rumah kita
Kami temukan nama-nama berserakan
seperti daun-daun kering yang bertebaran disapu angin kemarau.
Cerdas, kuat, cinta, dan bahagia, itulah dirimu
Tapi kami belum tiba pada sebuah nama
yang mampu kami ucap
untuk keberadaanmu, Cinta….

Tepat 9 bulan 10 hari, saya pun melahirkan secara normal.
Alhamdulillah kami dikaruniai bayi laki-laki yang sehat. Di rumah
sakit itulah kami memberinya nama Abdurahman Faiz yang berarti hamba
Tuhan yang Maha Pengasih dan yang meraih kemenangan/keutamaan. Begitu
Faiz lahir saya memberikannya asi ekslusif hingga lebih dari 6 bulan.

Pada usia belum tiga tahun, Faiz sudah menampakkan bakat yang luar
biasa. Saya terkejut ketika suatu pagi ia menyapa saya dan berkata:
"Bunda, aku mencintaimu seperti aku mencintai surga….

Faiz menulis puisi pertamanya di komputer saat ia berusia 5 tahun .

Bunda, engkaulah yang menuntunku
ke jalan kupu-kupu
engkau adalah puisi abadi
yang tak pernah kutemukan dalam buku

Sejak balita, ia pun menunjukkan empati yang mengesankan siapa saja di
sekitarnya. Kalau kami sedang jalan-jalan, dengan ramah Faiz selalu
menyapa semua tetangga yang kami jumpai. Kadang bahkan orang yang saya
tak kenal!

Faiz juga tak sungkan memberhentikan semua tukang jualan yang lewat di
depan rumah seperti tukang mainan, penjual es, penjual minyak tanah,
hingga pengemis. Apa yang Faiz lakukan? Mengajak orang-orang itu
sekadar istirahat di beranda rumah! "Mampir, Pak. Istirahat dulu, Pak.
Di luar panas sekali. Mari…."

"Bapak mau minum yang dingin atau yang hangat?"

"Maaf ya, aku bukan mau beli, tapi aku mau tanya. Jangan marah ya,
Pak. Apa bapak sudah makan? Makan saja di rumah kami. Ada sop dan
perkedel hari ini!"

Buku puisi pertama Faiz Untuk Bunda dan Dunia (DAR Mizan 2004) terbit
saat ia berusia 8 tahun. Ia menjuarai berbagai lomba mengarang tingkat
nasional, termasuk memenangkan Lomba Menulis Surat untuk Presiden
(2003). Dalam usia belia Faiz dianugrahi banyak penghargaan, antara
lain sebagai Anak Cerdas Kreatif Indonesia Tahun 2006, versi Yayasan
Cerdas Kreatif pimpinan Kak Seto. Hingga kini Faiz sudah menerbitkan 6
buku di tambah 5 antologi bersama.

Namun hal yang paling kami syukuri adalah sikap empati dan penuh cinta
Faiz pada sesama yang kental terasa dalam karya serta tindakannya.
Saat kelas II SD, ia berkata: "Aku menulis puisi karena empat alasan,
Bunda. Untuk mengucapkan diriku, untuk menyentuh nurani sesama, untuk
menolong orang dan agar aku bertambah pintar." Alhamdulillah dari
royalti buku-bukunya Faiz telah pula memiliki kakak dan adik asuh
sendiri!

"Bunda, kapan ya uangku cukup, untuk membangun rumah besar bagi
anak-anak jalanan yang tinggal di kolong jembatan itu?" tanyanya suatu
hari.

Saya terhenyak. Pertanyaan yang sama dulu sekali, pernah saya
lontarkan padanya, saat ia ada dalam kandungan saya. "Cinta, kapan ya
bunda dan ayah bisa membangun sebuah rumah besar bagi anak-anak yang
tak punya rumah dan ayah ibu itu? Kamu ikut doakan ya. Kalau sudah
besar kamu perhatikan mereka ya, sayang…."

"Apa karena sejak dalam kandungan kamu sering mengajaknya bicara
dengan kalimat-kalimat pilihan?" duga Mas Tomi. "Karena tak ada hal
selain cinta yang kita sampaikan padanya sejak dini?" katanya dengan
mata kaca.

Tahun ini, setelah Faiz berusia 11 tahun, saya kembali melahirkan anak
kedua. Saya mencoba hal-hal yang serupa dan bahkan lebih seru pada
kehamilan kali ini. Makan dan minum yang sehat, menjaga kebugaran,
terus mengembangkan wawasan saat hamil dan tetap melakukan rutinitas,
termasuk mengajar di sebuah perguruan tinggi negeri. Interaksi yang
intens sedini mungkin dengan janin sampai masa kelahiran (hingga
sekarang!) menjadi hal yang sangat penting bagi saya. Kali ini bukan
hanya saya dan suami, tetapi Faiz pun sering mengajak calon adiknya
berbicara, menceritakan, membacakan sesuatu, bernyanyi bersama, dan
sebagainya….

Alhamdulillah anak kedua kami, Nadya Paramitha pun lahir, Februari
2006. Kini ia sudah 5 bulan dan tampak sehat, kuat, cerdas serta penuh
cinta seperti abangnya.

No comments:

Post a Comment